Tugas Rekayasa Nuklir Wahyu Hidayat
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Nuklir adalah benda yang masih "misterius" baru
sedikit teknologi manusia yang mampu menguak rahasia nuklir. Sebenarnya dengan
logika sederhana kita bisa berpikir bahwa setiap benda tersusun atas atom (nuklir)
dengan kata lain kita bisa merekayasa semua benda yang ada di bumi dengan
merubah struktur atom(proton, neutron, elektron) namun hal itu tidak semudah
membalik telapak tangan. teknologi nuklir manusia zaman sekarang lebih banyak
berkaitan dengan energi. melalui fusi (hidrogen) atau fisi (uranium).
jadi
paradigma bahwa nuklir adalah bom itu diakibatkan banyaknya propaganda dan
besarnya pemberitaan media yang berkaitan dengan nuklir. Hal ini disebabkan
teknologi nuklir yang kita miliki sudah cukup untuk membuat benda (bom) yang
memiliki daya ledak sangat besar. Hulu ledak nuklir militer zaman sekarang
tidak bisa lagi disamakan dengan zaman hiroshima-nagasaki. sekarang kemampuan
bom nuklir yang dimiliki oleh berbagai negara maju sudah sangat mengerikan.
bisa dipastikan bumi akan hancur jika terjadi PD III (Perang nuklir). kita
hanya bisa berharap hal itu tidak sampai terjadi. sekedar ilustrasi, jika pada
tahun 40an Amerika bisa membawa 1 bom nuklir (eola gay) sekarang Amerika punya
puluhan pesawat pembom yang sekali jalan bisa membawa beberapa bom nuklir (yang
kemampuanya berkali lipat lebih dahsyat dibanding tahun 40an). Rusia lain, lagi
sebiji kapal selam akula (typhoon) bisa membawa 20 rudal balistik hulu ledak
nuklir. belum lagi negara2 lain.
Nuklir itu adalah suatu
tinjauan terhadap bagian atomik dari benda (tinjauan mikroskopik).Kalo mau
disederhanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan nuklir adalah behubungan
dengan atom. Atom disebut sebagai bagian terkecil dari suatu benda. meski atom
terdiri atas proton, neutron dan elektron (berarti atom masih termasuk besar).
Nuklir
bisa menjadi jawaban atas krisis energi yang terjadi di bumi.Istilah Nuklir ini kerap menghadirkan kesan seram dalam kehidupan
masyarakat kita. Belum genap perseteruan Korut-Iran-USA yang bersikukuh untuk
tetap mengembangkan teknologinya, dilanjutkan dengan Pakistan yang mengaku
berhasil mengembangkan senjata berhulu ledak nuklir.Nuklir ini sebenarnya
adalah inti atom yang tersusun dari proton dan neutron. Sedangkan apa yang
ditakutkan oleh Amerika atas Iran dan Korut, itu adalah energi nuklir. Tenaga
nuklir dari reaksi fisi berantai yang tak terkendali. “Nuklir itu, selain
menyeramkan, tapi ada juga manfaatnya. Selain membahayakan, radiasi dan
energinya bisa kita manfaatkan. Dalam aplikasinya, nuklir bisa dimanfaatkan
untuk kedokteran, pertanian dan peternakan, hidrologi, industri, serta
pangan. Memang, dalam pengelolaan teknologi nuklir, keselamatan adalah
yang utama. Kejadian di Chernobyl tahun 1986, hendaknya tidak terulang lagi.
Dalam pengelolaanya, kita tidak mengenal limbah nuklir. Sejumlah 97 persen dari
limbahnya, bisa didaur ulang. Selebihnya bisa disimpan.
Lalu bagaimana langkah
nuklir di Indonesia, bahwa yang dimiliki Indonesia sekarang ini, baru berupa
tiga reaktor riset. Digunakan untuk pendidikan dan kedokteran, dan belum bisa
mewujudkan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir). Oleh karenanya, butuh
dukungan dari masyarakat guna merealisasikannya. PLTN itu tidak sama
dengan bom. Reaksi fisi berantai yang bisa dikendalikan, itu yang akan kita
manfaatkan sebagai PLTN. Dari energi menghasilkan panas, dan itu bisa membuat
uap yang akan bertugas menggerakkan turbin.Apakah bangsa Indonesia siap untuk
mengembangkan teknologi nuklir dengan melihat beberapa aspek pendukung maupun
penghambat yang mungkin akan terjadi.Pada pembahasan kali ini saya akan mencoba
membuat suatu hipotesa dengan melihat beberapa referensi dan mencoba untuk
mengambil kesimpulan sendiri mengenai “Kontroversi Pembangunan PLTN di
Indonesia”.
B.Tujuan
Menggambarkan kondisi kekinian terhadap kontroversi pembangunan
PLTN di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Melalui penulisan makalah ini akan ditarik beberapa rumusan
masalah antara lain:
1.Apakah penyebab hadirnya kontroversi PLTN di Indonesia?
2.Beberapa Aspek pendukung kelayakan PLTN di Indonesia.
D. Judul Makalah
“Kontroversi Pembangunan PLTN di Indonesia”
BAB II
TEORI DASAR
A.Wacana dan kontroversi seputar pembangunan PLTN
Indonesia sedang dirudung kontroversi mengenai
pemantapan teknologi nuklir untuk pembangunan PLTN sebagai solusi krisis energi
yang melanda bangsa Indonesia saat ini. Pemicu dari permasalahan ini tak lain
adalah sikap pemerintah untuk melanjutkan kembali rencana pembangunan PLTN
Muria, yang sempat mengendap sepuluh tahun terakhir ini.Oleh pemerintah,
pembangunan PLTN Muria direncanakan akan dimulai tahun 2010 dan diharapkan dapat
beroperasi tahun 2016/2017.Terkait sikap dan rencana pemerintah ini, satu
pertanyaan sederhana yang mungkin paling sering muncul adalah: apakah kita,
bangsa Indonesia, pemerintah dan segenap masyarakatnya, memang sudah siap untuk
membangun dan memiliki PLTN? Untuk dapat menjawabnya, setidaknya ada beberapa
aspek berikut yang patut dicermati.Dalam pengembangan PLTN, aspek penguasaan
teknologi dapat dikatakan menjadi syarat mutlak yang tak bisa ditawar-tawar.
Secara sederhana, penguasaan teknologi PLTN ini mencakup desain dan
perencanaan, konstruksi/pembangunan, pengoperasian, perawatan, penanganan
limbah, dan penanganan keadaan darurat.
Dari cakupan tersebut, sudahkah kita sebagai bangsa
benar-benar menguasainya? Mencermati perkembangan perjalanan program
pembangunan PLTN di Indonesia hingga hari ini, tanpa mengecilkan arti dari
kemampuan tenaga ahli kita sendiri di bidang nuklir, tampaknya kita harus jujur
dan berlapang dada mengakui bahwa sebenarnya kita masih jauh dari siap dalam
hal penguasaan teknologi PLTN.Dari tahap studi kelayakan yang dilakukan pertama
kali tahun 1978, kemudian 1985, 1989 dan 1991, kesemuanya tak lepas dilakukan
(atau kata halusnya dibantu) oleh pihak asing. Mulai dari Italia (CESEN),
Amerika Serikat (Bechtel International), Perancis (SOFRATOME), dan
International Atomic Energy Agency (IAEA).Kemudian dalam tahap pemilihan dan
evaluasi tapak PLTN (1991-1996), juga “dibantu” oleh perusahaan konsultan asing
NEJWEJ Inc. Dan kini, ketika rencana pembangunan PLTN kembali akan dilanjutkan,
campur tangan pihak asing pun tampaknya kembali akan mendominasi. Dalam hal ini
pemerintah hanya akan bertindak sebagai fasilitator untuk tender pembangunan
PLTN yang rencananya akan dilakukan pada tahun 2008.
B.Budaya dan Sikap Mental
Indonesia merupakan negeri yang
kaya raya.Kita memiliki banyak sekali kekayaan alam yang tiada duanya di muka
bumi ini.Layaknya lirik dalam sebuah lagu yaitu “Tanah kita tanah surge,tongkat
dan batu jadi tanaman”kita memiliki emas yang melimpah ruah,sebut saja Freeport
yang hanya dikuasai oleh pihak asing,lalu pertanyaannya siapakah sebenarnya
yang akan membangun PLTN itu? Lagi-lagi, kemungkinan besar adalah
perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang sudah berpengalaman dalam PLTN,
seperti AS, Jepang, Korea, ataupun Prancis. Apakah salah jika kita bekerja sama
dengan pihak asing dalam pembangunan PLTN ini?
Tentu tidak ada yang salah dengan
bekerja sama dengan siapa pun. Tetapi, yang harus jeli dibedakan dalam hal ini
adalah apakah bahwa hal itu benar-benar merupakan bentuk kerja sama yang
sederajat atau lebih hanya merupakan bukti ketidakmampuan dan ketergantungan
kita saja?Kita tentu sangat tak mengharapkan memiliki PLTN, tetapi dalam hal
perawatan dan penggantian suku cadangnya tetap akan bergantung kepada pihak
luar. Tak ada signifikansi multi-plier effect dan nilai tambah yang dihasilkan
dari adanya pola kerja sama (baca ketergantungan) seperti ini. Sampai kapanpun,
jika pola “membeli teknologi” selalu dipertahankan, bangsa Indonesia tetap akan
menjadi bangsa kuli yang hanya sok gagah.
Dalam konteks ini,
ketidakmandirian industri migas dan pertambangan kita kiranya dapat menjadi
cermin yang sangat jelas. Ditilik dari dimensi politik-ekonomi energi, terlalu
mahal biaya yang akan ditanggung bangsa ini suatu saat nanti jika dalam urusan
PLTN ini pun kita hanya menempuh cara instan dengan “membeli” teknologi.
Dari sekian banyak karakteristik
budaya dan sikap mental bangsa Indonesia, setidaknya ada dua hal yang sangat
relevan dengan rencana pembangunan PLTN ini, yaitu budaya disiplin dan budaya
memburu rente ekonomi (secara lebih sederhana, budaya korup). Tanpa berpretensi
untuk skeptis dan merendahkan martabat bangsa sendiri, harus diakui, sampai
saat ini disiplin masih merupakan suatu barang yang langka di negeri ini.
Di sisi lain, perilaku korup dan
memburu rente ekonomi dari proyek-proyek besar pemerintah, dapat dikatakan
telah melekat dalam kehidupan sehari-hari bangsa ini. Kasus lumpur Lapindo
utamanya tentu terkait dengan kedua hal ini.Demi mengejar keuntungan materi
semata, faktor keselamatan adalah yang kesekian. Pun setelah itu penyelesaiannya
tak kunjung tuntas, abu-abu, dan tak sinkron antara kata dan perbuatan. Tak
terbayangkan betapa besar risiko yang harus ditanggung oleh bangsa ini jika
kita memiliki PLTN, tetapi dibangun di atas fondasi disiplin yang rendah dan
budaya yang korup.Melihat jejak rekam (track record) proyek-proyek besar
nasional selama ini, sangat mungkin bahwa pembangunan PLTN ini pun sebenarnya
hanya menguntungkan segelintir elite saja, baik pengusaha maupun oknum birokrat
pemerintah yang berwenang.
Budaya ini adalah track record
yang sudah terjadi berulang-ulang, menjadi kebiasaan, mengakar, sehingga
menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bisa berubah,
tetapi tidak seketika. Indikasi bahwa hal itu juga muncul dalam kasus PLTN ini
pun bukannya tak ada. Secara sederhana
saja, dengan kondisi ketidaksiapan penguasaan teknologi dan masih tersedianya
sumber energi alternatif lain (yang memang juga masih belum serius digarap),
mengapa harus memaksakan membangun PLTN?.Apakah Untuk mengatasi krisis listrik
dimasa depan? Rasanya terlalu naïf, jelas masih banyak alternatif lain yang
lebih jauh rasional dan lebih sedikit ‘mudharat’nya yang masih dapat ditempuh.Jadi,
sebenarnya, tak perlu memaksakan kehendak demi suatu proyek yang sangat
bernuansa mercusuar, rawan perburuan rente, dan juga beresiko tinggi. Tak perlu
malu untuk melangkah mundur demi sesuatu yang lebih baik. Apa yang baik bagi
negara lain, belum tentu baik untuk negara ini.
Sangat bisa jadi, masyarakat
banyak pun sebenarnya tak membutuhkan kehadiran PLTN ini. Penolakan masyarakat,
khususnya di sekitar lokasi, jelas tak dapat dianggap sebagai riak kecil.
Merekalah yang jauh lebih berhak menentukan apa yang terbaik untuk kehidupan
mereka sendiri.Dunia saat ini memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap kesediaan energi. Menipisnya
cadangan bahan bakar fosil, fenomena pemanasan global serta kerusakan
lingkungan akibat proses produksi dan pemanfaatan energi konvensional memaksa
dunia untuk mencari energi alternatif yang menjamin ketersediaan energi dan
aman terhadap lingkungan.
Menurut perkiraan, kebutuhan energi listrik tahun 2025
mencapai 100.000 megawatt (MW), sedangkan saat ini tersedia hanya 30.000 MW.
Untuk menjamin ketersediaan energi listrik dimasa mendatang pemerintah
berketetapan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN pada
jaringan listrik Jawa, Madura, dan Bali paling lambat tahun 2016.
Bagi
Indonesia, nuklir sebagai sumber energi terbarukan, memang layak diperhitungkan
sebagai pembangkit listrik karena pemanfaatan sumber daya energi yang ada saat
ini, seperti air dan minyak bumi, ketersediaannya sangat terbatas.
Namun
sejalan dengan itu masih terjadi pro dan kontra terhadap penggunaan energi yang
bersumber dari nuklir. Aktivis lingkungan Green peace termasuk pihak yang
memaksa Indonesia untuk membatalkan rencana pembangunan PLTN ini, ribuan
masyarakat Kudus dan jepara juga menolak Pembangkit Listrik bertenaga Nuklir
dibangun di daerah mereka.
Laporan
Akhir Penelitian LPM Unibraw juga menyatakan bahwa 63, 83% masyarakat Madura
menjawab tidak mungkin PLTN dibangun di Madura, 13,33% menjawab tidak tahu, dan
20, 83% menjawab mungkin (hal ini belum tentu mereka setuju terhadap
pembangunan PLTN).
Kekhawatiran
masyarakat terhadap PLTN bukanlah tanpa alasan, telah terjadi beberapa
kecelakaan dalam sekala kecil maupun besar. Pada tanggal 28 Maret 1979, telah
terjadi kecelakaan yang relatif kecil di Three Mile Island (AS) hingga Tragedi
Chernobyl di Ukraina tahun 1986 yang menimbulkan ribuan korban jiwa sehingga memberikan
gambaran yang cukup buruk bagi industri nuklir.
C.Faktor
Pentingnya pembangunan PLTN
Meskipun
begitu dalam kenyataan untuk masa mendatang tenaga nuklir masih menjadi salah
satu alternatif dari sekian banyak alternatif energi terbarukan
seperti tenaga angin, gelombang laut, pasang surut, cahaya matahari, panas bumi
yang tersedia melimpah bahkan gratis. Oleh karena itu pemerintah musti
memberikan pemahaman dan jawaban terhadap kekhawatiran dan pertanyaan
masyarakat terhadap pilihan teknologi ini, antara lain;
Pertama faktor ekonomi; Secara umum, PLTN dapat digolongkan sebagai
investasi dengan modal tinggi dan perlu dikaitkan dengan kemampuan keuangan
dalam negeri. Harga untuk satu reaktor milik General Electrict mencapai 12
Trilyun rupiah. Reaktor ini dapat befungsi sampai 30 tahun namun dalam
kenyataannya reaktor di AS sudah tutup sebelum 20 tahun. Sesudah 12 tahun,
efisiensinya menurun karena biaya operasional dan perbaikan meningkat,
sementara risiko kecelakaan bertambah. Semakin tua umur suatu reaktor maka
biaya operasional dan pengamanan akan semakin tinggi. Diperkirakan pengelolaan
akan semakin tinggi setelah sekitar 7 tahun. Pada saat itu pengelolaan beralih
ke tangan pihak Indonesia. Itu berarti biaya operasional, perawatan, dan
pengolahan limbah radioaktif akan semakin melangit. Sementara itu cadangan
uranium Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 11 tahun, selain teknologi hal
ini tentu akan menambah ketergantungan terhadap negara lain. Dengan kata
lain, negara pemilik teknologi lebih diuntungkan dalam proyek ini.
Kedua; faktor pencemaran lingkungan, kesehatan dan keamanan.
Kekhawatiran masyarakat sangat tinggi terhadap radiasi akibat kebocoran dan
limbah nuklir. Limbah nuklir yang memiliki konsentrasi radiasi tinggi
membutuhkan penanganan khusus karena umur radiasi limbah ini membahayakan
manusia dan lingkungan hingga ratusan tahun. Disamping itu kesiapan sumber daya
manusia Indonesia juga masih dipertanyakan karena untuk menjadi operator
dari sebuah reaktor nuklir ini dibutuhkan pendidikan khusus yang memakan waktu
hingga 10 tahun.
Kekhawatiran-kekhawatiran
inilah yang musti dijawab pemerintah sesegera mungkin yang menerangkan alasan
pemilihan teknologi ini dibanding dengan energi alternatif lainnya yang bisa
didapatkan di Indonesia secara lebih murah dan aman. Kajian bersifat rinci dan
menyeluruh ini menjadi penting karena kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan
pemerintah menjadi faktor utama kelangsungan program ini. Kegagalan pemerintah
dalam menjamin hak dan kepentingan masyarakat dalam kasus Lapindo, Meruya dan
Pasuruan misalnya menjadi faktor pemicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Pada akhirnya, jaminan pemerintah bahwa program PLTN ini tidak
akan merugikan lingkungan dan masyarakat adalah suatu keniscayaan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembangunan
PLTN di Indonesia mungkin akan menjadi masalah yang sulit untuk dicari
solusinya.Hal tersebut dikarenakan masih kurangnya pendalaman masyarakat
Indonesia terhadap ilmu kenukliran itu sendiri hal tersebut semakin sulit
melihat karakter bangsa Indonesia yang serasa belum siap menerima kehadiran
PLTN itu sendiri.Selain itu dampak yang dapat ditimbulkan oleh kehadiran PLTN
merupakan hal yang tidak kecil,kesalahan sekecil apapun akan berdampak pada
kesinergisan kehidupan masyarakat Indonesia.Namun tidak dapat pula kita
pungkiri kebutuhan energi saat ini telah mencapai pada tahap yang membutuhkan
kapasitas yang lebih besar.Ketika kita tidak mencoba untuk mencari alternative lain
maka dapat dipastikan kita akan semakin jauh tertinggal oleh peradaban.
Menurut
penulis secara pribadi kita harus berani untuk menyongsong dan mengambil bagian
dalam pengembangan ilmu kenukliran.Kita harus menjadi Negara yang mampu
mengambil setiap kesempatan menjadi hal yang bermanfaat bagi bangsa kita
kelak,namundibalik itu semua kita sebaiknya mempersiapkan kemapanan masyarakat
kita dalam pengembangan ilmu kenukliran seperti membangun institut Pemberdayaan
Nuklir Indonesia atau membuat jurusan Teknik Kenukliran yang berfokus pada pengembangan
ilmu-ilmu kenukliran.
B.Saran
Permasalahan
mengenai pengembangan llmu kenukliran akan berbanding lurus dengan pemanfaatan
nuklir itu sendiri.Oleh karenanya dibutuhkan referensi yang lebih banyak lagi
dalam menyempurnakan penulisan makalah ini serta penambahan data yang lebih
akurat diharapkan mampu menambah kelengkapan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
H.Yath,William.Ilmu
Kenukliran.1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar